Hallo sahabat,
Dirgahayu RI yang ke-72 !! Merdekaa!!
Sahabat sudah tidak asing bukan dengan kata merdeka? Sering kita
dengar, bahkan sering kita ucapkan terutama di hari ini, hari jadi Tanah air tercinta kita. Jadi apasih
Merdeka itu? Kan kita sudah merdeka tapi kenapa masih berbincang-bincang seputar
kemerdekaan? Memangnya masih penting?
Sebelum kita lanjut ngobrol-ngobrol dan beropini, bagaimana jika kita mengawali hari ini
dengan senyum positif, agar obrolan kita terasa ringan dan sekaligus bisa
menyambut Hari kemerdekaan dengan suasana hati yang baik. Bagaimana?
Jadi, saya sudah lebih dulu ngobrol-ngobrol dengan teman-teman
saya seputar topik yang akan kita bahas kali ini. Pendapat mereka bisa
sekaligus menjadikan inspirasi dari artikel saya kali ini. Terimakasih
teman-teman!!
Merdeka adalah bebas. Salah satu teman saya bilang kalau
merdeka adalah definisi dari kebebasan. Saat saya tanya pendapatnya, apakah
Indonesia sekarang sudah merdeka? Dia menuturkan bahwa Secara fisik Indonesia
sudah bebas dari penjajahan dari segi peperangan, tetapi masih ada ‘tapinya’.
Tapi Indonesia masih belum merdeka mengenai pola pikir, dia bilang kalau
Indonesia masih terlalu mengeulu-elukan ideologi barat. Jadi bisa diambil
kesimpulan, bahwa secara fisik merdeka, bebas dari penjajahan tapi, roh nya masih
belum. Kenapa? Ideologi itu sekarang menjadi perisai paling penting sebuah
negara loh. Menurut saya Ideologi sama dengan jati diri. Jati diri dari sebuah
negara. Bisa dibayangkan kalau ideologinya luntur, sama dengan manusia tanpa
karakter, sama dengan bangunan tanpa pondasi, tumbuhan tanpa akar , sewaktu-waktu bisa tumbang tanpa tumpuan,
terpengaruh sana-sini, kehilangan arah.
Saya sempat terkesan saat teman saya ada yang bilang “Merdeka,
ada yang bilang bukan sekedar kata. Merdeka bisa jadi merdeka dalam
berpendapat, merdeka dalam beragama, merdeka tanpa menginjak kemerdekaan
kelompok lain, merdeka yang sebenar-benarnya adalah merdeka tanpa saling
menindas dan merasa tertindas.”
Pendapat yang luar biasa menurut saya. Karena menurut saya,
zaman sekarang masih banyak orang-orang yang ingin merdeka tapi enggan memberi
kemerdekaan. Sudahkah kita-kita ini merasa merdeka contoh kecilnya dalam
berpendapat? Dalam memberikan pendapat dalam mendengarkan dan menampung
pendapat? Jawabannya belum sepenuhnya.
Alasan yang pertama adalah dari pengalaman yang saya temui
atau mungkin teman-teman temui saat sekolah atau kuliah. Saat dosen/guru di
depan kelas bilang “Ada pertanyaan?” Serentak murid-murid mematung. Tapi saat
diberi penjelasan, bisa dihitung dengan jari, berapa anak yang antusias
mendengarkan, mencatat, menghargai guru saat berbicara di depan. Yang kedua, Sikap
apatis bisa jelas terlihat saat presentasi, entah itu saat sesi penyampaian
materi atau menjawab pertanyaan dari dosen/guru dan teman-teman. Biasanya, ada
ajang tutup muka dengan buku saat mencampaikan materi atau menjawab pertanyaan dari
lawan bicara, ada juga yang membaca full isi presentasi, entah itu dari
ponselnya, entah itu dari layar monitor laptop, sampai lupa menatap yang
mendengarkan. Kenapa? Apakah begitu sulit untuk menyatakan pemikiran sendiri?
Ada lagi alasan yang baru-baru kali ini saya temui dan itu
membuat saya merasa ‘miris’. Saat saya meminta atau sekedar ngobrol-ngobrol
tentang arti kemerdekaan, tidak sedikit dari teman saya yang merasa “Apasih lo
ga penting banget”, “Sepaneng banget sih ngebahasnya”, atau “Malesin banget sih
pembahasannya”. Dari situ saya benar-benar merasa generasi dari orang-orang
sekitar kita masih merasa belum paham apa itu kebebasan berpendapat. Malas
berpikir, tapi hanya sibuk menilai dengan keburukan. Apatis jadinya. Kenapa sih
masih membatasi kesempatan diri sendiri untuk merdeka dalam menyampaikan opini
dan berpendapat? Pendapat adalah ilmu, ilmu akan semakin bertambah jika semakin
sering dibagikan kepada orang lain. Jadi masih ingin pelit pendapat?
Bagi saya dalam
pertemanan, persahabatan, ataupun hubungan yang lebih dekat sekalipun, pendapat
dan saling bertukar opini adalah hal yang penting. Karena dengan begitu kita
bisa menilai karakter seseorang, dari etika dia berbicara, sudut pandang dia
menuangkan ide, bahkan cara dia memberikan kesempatan lawan bicara untuk
menanggapi pendapatnya dan cara dia mendengarkan pendapat lawan bicaranya.
Dengan sekedar mengobrol santai seperti itu, kita bisa mengetahui bobot atau
kualitas seseorang loh. Terkadang ada yang pendapatnya realistis, ada yang
penuh lelucon, ada yang besar kata tanpa perbuatan, dan terkadang juga ada yang
bahasanya mengandung buruk sangka.
Dengan bertukar pendapat, kita bisa membangun kedekatan.
Menambah wawasan dari setiap perbedaan pendapat yang ada di sekitar kita, sudah
jelas ada begitu banyak bedanya. Hidup bukan hanya sekedar “Mengecap dan
memberi label”pada orang lain atau pada hal-hal lain di sekitar kita, yang tidak
mengedepankan faktanya seperti apa, yang penting asal nilai dari gosip mungkin
atau dari sudut pandang sendiri. Coba dengarkan sekitarmu, manfaatkan
kesempatan untuk diri sendiri supaya menjadi penampung pendapat yang baik dan
penyampai pendapat yang baik pula. Hidup juga bukan sekedar membangun
pertemanan ‘yang penting hepi’ tapi bagaimana kita peduli dengan sesama, peduli
dengan pendapat orang, membagikan saran-saran positif supaya bisa dijadikan acuan
memperbaiki diri bagi yang diberikan saran atau memberi saran.
Yang selanjutnya Merdeka dari segi beragama. Bagaimana, sudahkah?
Agama merupakan hal yang paling sensitif dan bisa jadi istilahnya paling ‘privasi’.
Bisa jadi, kalau kurang hati-hati bisa jadi akan ada yang berfikir “Oh nih
orang menyerempet ke pemikiran-pemikiran fasis” ataupun dikira berbau SARA.
Tapi,
saya murni dan tidak ada niatan seperti itu, karena balik lagi kita saling
bertukar opini saja. Saya juga sadar kenapa agama jadi hal yang paling
sensitif, itu mungkin karena agama adalah tentang hubungan manusia dengan Tuhan
diagamanya, Hubungan sesama umat di agamanya dan hubungan antar umat lain
agama. Tiga hal itu bagian dari hubungan yang tidak perlu diperumit dengan
segala perbedaan dari apa yang masing-masing orang yakini. Nah, terkadang ada
sebagian orang yang masih memperumit karena ingin menjadikan sama persis dengan
apa yang dia yakini, sehingga muncul presepsi-presepsi buruk tentang orang
lain, khususnya cara ibadahnya, mengkritik segala hal tanpa ada tujuan saling
menasihati dalam kebaikan. Intinya hanya memberi label tanpa memberikan solusi.
Saya sendiri dididik dari keluarga yang intinya “Oke, kamu
seoramg muslim, kamu taat sama agama kamu, tapi kamu juga harus bersahabat sama
perbedaan disekitarmu, karena negaramu bukan negara Islam, tapi negara
multibudaya yang menganut pancasila yang ngajarin toleransi”. Begitulah intinya :v .
Ada banyak hal di sekitar kita, terkadang kita merasa ada
banyak perbedaan, tapi terkadang kita ditempatkan di kondisi sekitar yang punya
banyak kesamaan dengan kita. Menurut saya, terkadang manusia itu susah puasnya.
Saat ditempatkan di suatu tempat yang mengkondisikan kita dengan banyak
kesamaan dengan orang lain, kadang ada yang masih sibuk. Sibuk mencari-cari apa
yang beda, berusaha menjadi yang paling benar dengan mencari-cari
kesalahan-kesalahan, menciptakan siapa yang berhak menang dan siapa yang
seharusnya kalah. Ayolah, kalau sudah sama kenapa sih harus muncul
pemikiran-pemikiran separatis? Supaya jadi beda? Memang sih perbedaan itu indah
tapi bukan dengan cara keburukan. Ada lagi saat kita ditempatkan dalam
perbedaan. Yang kita lakukan itu bukannya mempermasalahkan apa bedanya kita
dengan orang sekitar, bukan juga sibuk memikirkan bagaimana agar kita sama
dengan kita atau sebaliknya, tapi tentang bagaimana menerima. Menerima segala
perbedaan di sekitar kita, menjadi bahan untuk berkaca dan terus memperbaiki
diri. Kadang kita bisa dengan mudah mengucapkan ‘Toleransi’. Tapi makna dari
kata itu sendiri belum cukup dipahami. Toleransi adalah kombinasi dari rasa
pengertian, ketulusan, dan persahabatan. Memberikan rasa pengertian bahwa semua
orang bukanlah kita, jadi tidak mungkin sama. Memberikan ketulusan dengan menciptakan
persahabatan kepada siapa saja, selagi itu bisa membangun kebaikan.
“Bagiku agamamu, dan
bagimu agamamu”. Maknanya adalah tentang toleransi. Kita dianjurkan menerima
dari segala perbedaan, tinggal pilihan ada ditangan kita, pribadi
masing-masing. Kalau itu diyakini kurang benar, tinggal kita tidak lakukan tapi
jangan mencelanya. Kalau memang itu kebaikan, ya wajib kita jalankan. Hati
manusia itu berbeda-beda, tidak bisa dipaksa seperti hati kita. Sesimpel itu
sebenernya arti toleransi ;)
Kita hidup bermasyarakat, membutuhkan orang lain, kalau kita tidak bisa menghargai dan hidup toleransi, kita akan kena seleksi alam. Gagal menjadi makhluk sosial. :v
Sebenarnya ada banyak sekali arti dari kemerdekaan. Berikut
saya petik dari KBBI mengenai definisi merdeka:
merdeka/mer·de·ka/ /merdéka/ a
1 bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan
sebagainya); berdiri sendiri: sejak
proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu, bangsa kita sudah --
2 tidak terkena atau lepas dari tuntutan: -- dari tuntutan penjara seumur hidup;
3 tidak terikat,
tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa: majalah mingguan --; boleh berbuat dengan --; bebas merdeka (dapat berbuat sekehendak
hatinya);
Sekarang bagi saya sendiri, apasih merdeka?
Bagi saya... merdeka adalah saat bisa menjadi diri sendiri. Diri sendiri yang merdeka
berarti bebas berfikir positif, menuangkan ide posititif dan melakukan banyak
hal positif. Impian saya, saya bisa merdeka dari sifat malas dan suka mengeluh,
merdeka dari rasa ragu ataupun takut , dan yang terpenting saya bisa merdeka,
terbebas dari pemikiran-pemikiran buruk. Saya sadar, hidup adalah perjalanan.
Saat kita menjadi diri sendiri yang merdeka, langkah kita akan terasa ringan. Tidak
akan merasa terkekang ataupun perlu mengekang sesuatu, karena kita telah
memerdekakan diri sendiri. Saat kita menjadi orang dengan pemikiran-pemikiran
baik, kita juga akan dipertemukan dengan orang-orang yang berfikiran positif
dan selalu beretika baik.
Karena generasi yang baik, adalah generasi yang berkonstribusi untuk negaranya. Konstribusi melalui idenya, prestasinya dan moralnya. Tidak perlu muluk-muluk berfikir akan menjadi seperti ini dan itu, karena menjadi diri sendiri sudah cukup. Menjadi diri sendiri dengan pribadi yang semakin baik.
Karena generasi yang baik, adalah generasi yang berkonstribusi untuk negaranya. Konstribusi melalui idenya, prestasinya dan moralnya. Tidak perlu muluk-muluk berfikir akan menjadi seperti ini dan itu, karena menjadi diri sendiri sudah cukup. Menjadi diri sendiri dengan pribadi yang semakin baik.
Saya sadar, tidak ada satupun orang di dunia ini yang
benar-benar serba tahu ataupun benar dalam segala hal, maka dari itu saya
merasa penting jika kita berbagi pendapat, berbagi hal-hal positif dan tidak
ada salahnya menjadikan sosial media menjadi ajang menebar kebaikan, berbagi
ilmu, dan membangun pertemanan yang baik lewat pendapat-pendapat positif yang
bisa teman-teman tulis di kolom komentar . Jadi apa pendapatmu teman?
Komentar
Posting Komentar